Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pembangunan pertanian nasional [termasuk peternakan] sudah mendesak untuk segera dilakukan karena itu semua aturan yang menghambat harus segera dihapuskan.
Hal itu menurut Presiden, karena dalam tahun-tahun terakhir sudah terjadi penurunan produksi dan kualitas produksi di bidang pertanian termasuk di dalamnya peternakan.
"Untuk itu, revitalisasi pertanian harus segera dilaksanakan. Salah satu komitmen yang harus dikerjakan penghapusan segera semua aturan-aturan yang tidak jelas dan menghambat pembangunan pertanian," tegasnya dalam acara puncak Pekan Peternakan Unggulan Nasional (PPUN) 2005 yang dilaksanakan di Pandaan-Pasuruan, kemarin.
Dalam pelaksanaanya, lanjut dia, harus ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dengan diawasi masyarakat. Bahkan, katanya pemerintah harus bisa membuat aturan yang benar, peternak harus bisa bermitra dengan pengusaha, sementara pimpinan daerah turun ke lapangan membantu maka lima tahun ke depan peternakan akan bangkit.
Untuk itu, kata dia, harus direncanakan dan ditentukan prioritas sektor pertanian mana yang akan direvitalisasi. "Caranya, tentu saja dengan memperhatikan perencanaan yang holistik dan berkesinambungan, ketersediaan dana, serta penentuan skala prioritas. Kita tidak ingin revitalisasi mandeg atau jalan di tempat karena kesalahan mempertimbangkan dan menentukan prioritas dan keterbatasan dana," katanya.
Presiden juga menyebutkan salah satu bukti penurunan yang terlihat adalah setiap tahun Indonesia masih harus mengimpor sapi bakalan sebanyak 350.000 ekor per tahun untuk bisa memenuhi kebutuhan protein hewani.
Selain itu, lanjutnya, negara juga masih harus mengimpor 50.000 ton daging dari luar negeri akibat tidak cukupnya produksi daging dalam negeri, produksi susu dalam negeri baru bisa menyuplai 35% dari total kebutuhan dalam negeri sebanyak 1,5 juta ton per tahun.
"Perencanaan revitalisasi itu perlu dikerjakan segera. Pasalnya, sektor peternakan harus bekerja lebih giat lagi supaya memenuhi proyeksi pertumbuhan 2005-2006 sebesar 4,37%," katanya.
Untuk itu, lanjut presiden, yang terpenting dan harus dilakukan adalah menentukan komoditas yang memiliki peran strategis dalam pemenuhan pangan, yang pada gilirannya langkah itu nantinya akan berdampak pada meningkatnya motivasi masyarakat untuk berusaha di bidang peternakan.
Sementara itu Ketua Umum Kadin M.S. Hidayat mengatakan usulan Kadin mengenai penghapusan PPN 10% untuk produk pertanian mendapat sinyal positif dari Menko Perekonomian.
PPN dihapus
Dia menegaskan Menko Perekonomian Aburizal Bakrie setuju dengan usulan penghapusan PPN 10% tersebut "Usulan ini sudah disampaikan ke pemerintah dan Menko sudah bilang 'don't worry'," jelas dia seusai peringatan Ulang Tahun Kadin ke-37 kemarin.
Sementara itu, Menko Perekonomian Aburizal Bakrie mengungkapkan, menyusul kenaikan harga BBM, pemerintah akan meningkatkan harga pembelian pemerintah) (HPP) gabah kering panen (GKP).
"Pemerintah akan memberikan insentif berupa kenaikan HPP. Kenaikan ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kenaikan biaya, seperti harga pupuk begitu harga gas naik," ungkapnya di Jakarta kemarin. Tapi dia tidak menjelaskan besarnya kenaikan HPP GKP.
Sebelumnya, Mentan Anton Apriyantono mengusulkan kenaikan HPP dari Rp1.330 menjadi Rp1.530/kg. Hal itu diungkapkannya di depan Komisi IV DPR, dan mendapatkan dukungan dari legislatif.
Kenaikan HPP itu, lanjutnya, selain untuk mengikuti kenaikan harga BBM juga memungkinan Perum Bulog untuk meningkatkan pengadaan gabah dari petani, daripada melakukan impor beras.
Sementara itu, pada kesempatan terpisah Dirut Perum Bulog Widjanarko Puspoyo juga dapat menerima usulan kenaikan HPP itu. Tetapi, lanjutnya, konsekuensinya harga beras di tingkat penggilingan dapat naik menjadi Rp3.200/kg.
Selanjutnya, katanya, kualitas beras juga dapat ditingkatkan dengan kualitas SNI 3, dengan kadar butir kotoran 15%. Saat ini kualitas beras yang diterima adalah SNI 4, yang mengandung 25% butir kotoran. Menko juga mengungkapkan pemerintah juga akan menghapus PPN 10% komoditas pertanian sebagai bentuk insentif bagi petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar