Minggu, 17 Maret 2013

Menanam Padi

IPB Luncurkan 5 Varietas Padi Unggul
Margaret Puspitarini Browser anda tidak mendukung iFrame




Ilustrasi : ist.
 
JAKARTA - Berkontribusi untuk ketahanan pangan serta kemajuan agrikultur Indonesia, Institut Pertanian Bogor (IPB) meluncurkan lima varietas padi unggulan. Hasil penelitian Hajrial Aswidinoor dan tim dari Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB tersebut diperkenalkan dalam International Seminar and Launching Varieties Agriculture Adaptation.

Pada acara yang digelar di IPB International Convention Center (IICC), Rabu (5/9/2012) itu tampak hadir petani dari Cianjur, Karawang, desa lingkar kampus, serta pakar di bidang pertanian baik dalam maupun luar negeri. Kelima varietas unggulan yang diluncurkan dalam seminar yang mengangkat topik "Research & Innovation toward Environment Resilience & Food Security” adalah IPB 3S, IPB 4S, IPB Batola 5R, IPB Batola 6R, dan IPB Kapuas 7R.

Kelima varietas padi tersebut memiliki keunggulan masing-masing. IPB 3S, misalnya, cocok bagi sawah tadah hujan dan lahan irigasi. Jenis padi ini memiliki produktivitas 7 ton per hektare (ha) dan berpotensi menghasilkan 11,2 ton per ha.

Untuk jenis IPB 4S baik dikembangkan pada media sawah tadah hujan dan lahan irigasi. Padi jenis ini memiliki produktivitas 7 ton dan berpotensi menghasilkan 10,5 ton per ha. Baik IPB 3S dan IPB 4S memiliki ketahanan terhadap tungro, agak tahan terhadap penyakit blast, dan agak tahan terhadap hawar daun bakteri.

Jenis ketiga adalah IPB Batola 5R yang diperuntukan bagi lahan pasang surut dan lebak. Padi jenis ini memiliki produktivitas 4.3 ton per ha dan berpotensi menghasilkan 5,3 ton per ha Gabah Kering Giling (GKG).

Kemudian, jenis IPB Batola 6R memiliki produktivitas 4,2 ton per ha dan berpotensi menghasilkan 4.9 ton per ha GKG. Keempat varietas tersebut berhasil mendapatkan SK dari Kementerian Pertanian pada 28 Maret lalu.

Terakhir, jenis IPB Kapuas 7R merupakan varietas unggul padi bagi daerah rawa. Jenis padi ini berhasil mendapatkan SK dari Kementan 7 Juli 2012 dengan produktivitas 4,5 ton per ha dan berpotensi menghasilkan 5,1 ton ha GKG. Varietas ini tahan terhadap penyakit blast, agak peka pada wereng batang coklat, tahan cekaman Al dan Fe, serta tahan cekaman.

“Khusus untuk varietas lahan pasang surut atau rawa (Batola 5R, Batola 6R dan Kapuas 7R), berasal dari hasil penyilangan padi siam dengan padi lainnya. Ini karena kebanyakan masyarakat Kalimantan (yang memiliki lahan pasang surut) lebih menyukai beras dengan bentuk lonjong seperti padi siam. Diharapkan dengan penampakan dan rasa yang mirip serta produktivitas yang lebih tinggi, varietas ini bisa diterima oleh masyarakat,” ujar Hajrial, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Okezone, Rabu (5/9/2012).

Dengan peluncuran kelima varietas ini, IPB telah melepas 24 varietas unggul sejak 2010. Ke-24 varietas itu adalah tujuh varietas padi, lima varietas pepaya, lima varietas melon, tiga varietas cabai, satu varietas kentang, satu varietas alpukat, satu varietas pisang, dan satu varietas nanas. Kandidat varietas lain yang juga akan diluncurkan, yakni cabai, kedelai hitam, kedelai tahan tanah asam, kedelai gogo, dan padi tahan tanah asam.

Menurut perwakilan Kementerian Pertanian Muhrizal, saat ini varietas padi unggul yang sudah disebarkan ke masyarakat sebanyak 260 buah dengan masing-masing karakteristik dan keunggulan. “Perlu dilakukan peningkatan keragaman terutama ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman. Peran varietas unggul dan teknologi adalah untuk tingkatkan produktivitas dan lebih toleran dengan referensi dari konsumen untuk tingkatkan efisiensi petani,” tutur Muhrizal.

Dalam sambutannya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) RI Musliar Kasim mengimbau agar Perguruan Tinggi melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Sehingga, mereka harus mencari cara untuk mengajar sains dan teknologi kepada mahasiswa dengan cara yang bijaksana agar lebih peduli terhadap pertanian masa depan dengan wawasan lingkungan. “Kita tidak mau produk-produk kita dilarang masuk ke negara maju karena tidak peduli terhadap lingkungan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi diharapkan bisa kembangkan green technology,” kata Musliar.

Menurut Musliar, universitas harus menjadi penegak atau benteng untuk melakukan program efisiensi energi dalam lingkungan, contohnya dalam aplikasi kecukupan pangan. "Akhir-akhir ini banyak hasil penelitian bidang pertanian namun sedikit yang sudah disebarluaskan. Dirjen dikti sangat berkeinginan untuk menghasilkan inovasi dan mendorong agar prioritas penelitian ke depan adalah hasil riset yang bisa dikembangkan ke depan," tukasnya.(mrg)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar